Senin (19/5) hari ini mulai diselenggarakan Ujian Akhir
Nasional untuk tingkat Sekolah Dasar (SD). Alif Abdurrahim kelas 6 SD
Muhammadiyah 06 Dau termasuk yang mengikuti UAN tahun ini. Alif anak pertama
dari penulis. Tahun 2002 terlahir, 12 tahun yang lalu. Ya, dia bersama tiga
adiknya yang selama ini meramaikan suasana rumah tinggal kami.
Tak terasa penulis sudah punya yunior kelas 6 SD. Sering penulis
berpesan padanya :”belajar biasa saja, tidak usah ngoyo dan memaksakan diri. Agar
tidak cepet capek dan stress.” Demikian pesan –pesan yang sering terucap disaat
selama ini nyaris tidak pernah sempat menemani, mendampingi saat belajar. Peringkat
atau rangking prestasi tidak pernah penulis tekankan pada alif, hanya pesan
untuk perhatian yang besar untuk tertib melakukan sholat.
Peringkat atau rangking yang tinggi di kelas tidak menjadi
tugas utama bagi sekolah alif. Walaupun kadang itu disikapi yang sebaliknya
oleh ibu nya alif. Kalau tidak termasuk rangking atau peringkat 5 besar, maka
siap-siap mendapat teguran keras dari ibu nya. Karena ibunya relatif lebih
banyak mendampingi anak-anak di rumah dalam belajar.
Kalau suatu saat pada semester tertentu alif mendapat
peringkat 5 besar, maka kegembiraan, senyuman dan ucapan selamat kita limpahkan
padanya. Seakan ibu nya merasa puas dengan upaya belajar selama ini. Bahkan kadang
terkesan sejak kelas-kelas satu (awal) hasil pembelajaran lebih didominasi oleh
hasil bantuan dari ibunya anak-anak. Terutama pekerjaan rumah (PR).
Di saat alif dan adik-adiknya mendapat peringkat 5 besar,
maka penulis ikut juga merasa bangga dan memberikan ucapan selamat seraya
berkata : “selamat, hebat, siapa dulu bapaknya???” ini adalah kebanggaan yang
tanpa beralasan disaat selama ini nyaris tidak pernah menemani belajar.
Teringat 28 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1986 saat
penulis kelas 6 SDN Siman 1 Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri. Beberapa bulan
sebelum ujian akhir “EBTANAS” istilahnya
saat itu, bapak Muhammad Ihsan ayahnda penulis meninggal dunia pada usia 70 an
tahun. Beliau mengakhiri hidupnya setelah beberapa waktu menderita sakit
komplikasi. Jadilah penulis saat itu menghadapi persiapan ujian akhir SD dengan
ayah yang sudah tiada. Ibunda yang tidak lulus sekolah dasar “hanya” bisa
mendoakan dan memotivasi dengan ketulusannya.
UAN atau EBTANAS bagi penulis saat itu bisa dilalui dengan
lancar. Bahkan mendapat nilai tertinggi bukan saja di satu sekolahan tapi nilai
tertinggi se-kecamatan Kepung. Sebuah kebanggaan bukan hanya diterima dan
dimiliki oleh penulis sekeluarga, namun dirasakan juga oleh sekolahan SDN Siman
1. Mungkin masa keemasan saat di SD. Meski harus dilalui penulis tanpa lampu
listrik dan belum ditemani acara-acara TV. Lampu minyak tanah adalah teman
setia di malam hari. Lampu petromak hanya sebatas jam 5 sore sampai jam 21.00
malam. Air sungai sejauh 500 meter untuk
kebutuhan sehari-hari.
Situasi dan kondisi yang terbatas fasilitas harus dilalui
penulis, dengan capaian peringkat pertama hampir di setiap akhir semester dari
kelas 1 sampai kelas 6 SD. Namun, hal itu tidak menjadi keharusan yang memaksa
untuk generasi keturunan kita. Anak-anak menemui tantangan zamannya sendiri. Kita
sebagai orang tua hanya bisa membantu mempersiapkan untuk menghadapi. Pesan penting
untuk alif yunior : “alif, kami orang tua hanya bisa mengusahakan bantuan
berupa kebutuhan fisik; pakaian, makanan, alat tulis, aksesoris dan doa. Tapi tidak
bisa membantu saat soal-soal ujian siap di depanmu. Maka belajarlah dan siapkan
sendiri jawaban soal-soal itu.”
CP.0877.5961.0020/ 0852.3496.4872/ 0341-7076662_
0 komentar:
Posting Komentar