“tunggu sisa uang belanja ibu besok pagi ” kata bapak rektor
Saat itu akhir tahun 2011
penulis masih tinggal di asrama kampus STAIN (sekarang UIN Malang) sebagai
pengurus asrama (musyrif) ma’had sunan Ampel Al-aly sejak tahun 1998. Berjalan
tiga tahun waktu yang cukup untuk dikenal oleh beberapa dosen dan pengasuh
asrama. Termasuk sudah cukup dikenal oleh bapak rektor yang waktu itu
istilahnya masih sebagai Ketua /Pimpinan STAIN Malang.
Sebagai ketua asrama (musyrif)
kampus dengan jumlah 1000 seribu Mahasiswa Baru, penulis waktu itu selesai
mengurus proses pendaftaran pemberangkatan haji melalui KBIH Al-Huda kecamatan
Wajak dengan pimpinan ustad Atho’ullah Sugiarto.
Ketika menunggu pemberangkatan yang tinggal
beberapa minggu, penulis merasa belum punya cukup bekal untuk perjalanan ke
tanah suci.
Walaupun beaya ONH
sudah terlunasi, tapi penulis belum mengerti dan memahami bahwa nanti akan ada uang kembalian sebagai uang
saku selama di makkah dan madinah.
Muncullah ide untuk
mengajukan proposal (tidak tertulis alias secara lesan) kepada bapak rektor
agar memberikan sejumlah uang saku untuk keberangkatan haji. Ketika bertemu di
rumah Beliau (waktu itu masih di sebelah barat Sardo atau dekat lembaga
pendidikan surya buana) menyampaikan cerita dan pamitan mau berangkat. Walaupun
termasuk jarang bertemu langsung untuk ngobrol berdua, namun keberadaan penulis
di kampus dan asrama (insyaAllah) sudah cukup dikenal oleh Beliau. Atau ini
hanya rasa PD atau GR dari penulis, bahwa beberapa tahun di asrama sebagai
pengurus sudah layak untuk dikenal dan dipercaya sebagai pengurus ma’had.
Setelah berbincang
beberapa saat, maka muncullah kalimat yang penulis ingat “tunggu sisa uang belanja ibu besok pagi ”. Keesokan harinya,penulis ragu-ragu untuk datang
lagi ke rumah Beliau. Karena belum yakin apakah betul akan ada sisa uang belanja
ibu (istri beliau) untuk penulis. Akhirnya dengan sedikit memberanikan diri,
penulis datang ke ruang rektorat (yang belum semegah sekarang).
Beliau menyambut dan
berkata di ruang rektorat :”lho kok tadi tidak datang ke rumah, sisa uang
belanja ibu hanya ini. Silakan diterima untuk tambahan bekal berangkat ke tanah
suci.” Demikian kata-kata beliau yang penulis ingat.
Bukan besar dan
jumlah nominal yang menjadi hal yang utama, akan tetapi nilai dari pamitan dan
keakraban waktu itu menjadi catatan
indah buat penulis. Namun, kisah selanjutnya, karena sepulang dari
prosesi haji yang Masuk kloter 55 embarkasi Surabaya, penulis belum/ tidak bisa
bertahan lama mengemban amanah di asrama UIN. Karena tersibukkan dengan urusan
membina rumah tangga dan tinggal cukup jauh dari kota malang hingga tahun 2007
kembali ke kota malang lagi.
ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR....
ALLAHU AKBAR WA LILLAHILHAMD
Labbaikallahumma labbaiik..............................
Allah berfirman :
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan
menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Umulkitab
(Lohmahfuz).qs. Ar-Ra’d (13) : 39
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ
بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ أَبِي حَكِيمَةَ عِصْمَةَ، عَنْ أَبِي
عُثْمَانَ النَّهْدي؛ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ وَهُوَ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَهُوَ يَبْكِي:
اللَّهُمَّ، إِنْ كُنْتَ
كَتَبْتَ عَلَيَّ شِقْوَةً أَوْ ذَنْبًا فَامْحُهُ، فَإِنَّكَ تَمْحُو مَا تَشَاءُ
وَتُثْبِتُ، وَعِنْدَكَ أُمُّ الْكِتَابِ، فَاجْعَلْهُ سَعَادَةً وَمَغْفِرَةً.
Umar RA (dalam menghayati
ayat 39 dari Qur’an Surat ke 13 ini) seraya berthowaf mengelilingi ka’bah
sambil berderai air matanya, dia berdoa : “ya Rabbi ya Tuhanku, seandainya
sudah terlanjur Engkau takdirkan untuk hidupku ini catatan sengsara dan dosa,
segera hapuskanlah dariku, karena Engkau Maha Kuasa untuk menghapus segala
sesuatu dan Maha Kuasa pula menetapkan sesuatu. Di sisiMu ada catatan takdir
(lauh mahfudz). Dan jadikanlah/ gantilah catatan itu menjadi takdir kebahagiaan
dan ampunan.” Ini adalah salah satu doa
yang penulis suka tirukan waktu thowaf.